Dalam surat dakwaan terhadap Heru Hidyat dalam kasus Asabri, JPU tidak memasukkan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor yang mengatur ancaman pidana mati bagi terdakwa.
Dalam penjelasan Pasal tersebut dikatakan bahwa pidana mati diberikan jika korupsi dalam kondisi tertentu, yakni bencana nasional, krisis moneter dan pengulangan tindak pidana.
Baca Juga:
Heru Hanindyo Resmi Tersangka TPPU Usai Diduga Terima Suap
Lebih lanjut, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini mengingatkan majelis hakim agar hati-hati dan menjaga independensinya dalam memutuskan hukuman dengan ancaman pidana mati terhadap Asabri Heru Hidayat.
Majelis hakim, kata dia, tidak boleh tunduk pada tekanan publik untuk membenarkan hukuman mati dengan melanggar ketentuan yang berlaku.
“Hakim tidak boleh terpengaruh oleh emosi publik, tekanan publik dan narasi populis demi membenarkan hukuman mati dalam memutuskan perkara tanpa mengindahkan peraturan perundang-undangan dan fakta-fakta persidangan,” pungkas Petrus.
Baca Juga:
Kasus Suap Hakim Agung: Latif Buka-bukaan Soal Tawaran Rp1 Miliar dari Zarof
Diketahui, sejumlah pakar hukum juga sudah mengkritik tuntutan terhadap Heru Hidayat oleh JPU. Pasalnya, tuntutan tersebut tidak terdapat dalam surat dakwaan.
Salah satu diantaranya adalah Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Andi Hamzah yang mengatakan bahwa tuntutan JPU di persidangan tidak boleh melebihi surat dakwaan.
Menurut dia, bahkan hakim dilarang memutuskan perkara di luar dari surat dakwaan.