Metode berat itu terpaksa disambut oleh beberapa petugas kesehatan, karena mereka tidak punya pilihan selain beradaptasi dengan pemerintahan Taliban.
"Kami tidak berada dalam demokrasi lagi, ini adalah kediktatoran," kata Dr Fazalrabi Mayar, yang bekerja di fasilitas perawatan.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Peran PLN Atasi Sampah lewat Program 'Zero Waste Warriors' di Seluruh Indonesia
"Dan penggunaan kekuatan adalah satu-satunya cara untuk memperlakukan orang-orang ini," lanjutnya.
Terpisah dengan Keluarga
Baca Juga:
10 Negara Paling Aman dan Ramah untuk Perempuan: Singapura Masuk, RI Masih di Bawah
Tragisnya, sebagian besar keluarga pria-pria ini tidak tahu di mana mereka berada.
Di ruang tunggu rumah sakit, orangtua dan kerabat bertanya-tanya, apakah orang yang mereka cintai yang hilang diambil selama penggerebekan malam.
Seorang ibu menangis setelah dia dipertemukan kembali dengan anaknya yang berusia 21 tahun, yang hilang selama 12 hari.