WahanaNews-NET | Dalam laporan Identity Security Threat bikinan CyberArk, banyak perusahaan yang makin khawatir dengan penyebaran malware bikinan AI.
CyberArk melakukan penelitian ini lewat perusahaan riset Vanson Bourne, yang mensurvei 2300 pembuat keputusan keamanan siber, baik itu dari perusahaan swasta maupun publik, dengan jumlah pegawai di atas 500 orang dan tersebar di 16 negara.
Baca Juga:
Menkomdigi Ungkap iPhone 16 Telah Kantongi Sertifikasi, Kapan Mulai Dijual di RI?
Hampir semua peserta survei itu mengaku sudah mengantisipasi serangan yang mengincar identitas. Keyakinan ini didasari banyak faktor, seperti masalah ekonomi global, geopolitik, adopsi cloud, dan skema kerja hybrid.
Namun 93% peserta survei juga menyimpan kekhawatiran soal penyebaran malware yang diperkuat oleh AI, dan meyakini kalau ancaman dari serangan semacam ini bakal ada di perusahaan mereka pada 2023.
Hanya 66% dari peserta survei yang menganggap adanya ancaman keamanan siber dari sisi karyawan pada tahun 2023 ini, demikian dikutip detikINET dari Venturebeat, Kamis (15/6/2023).
Baca Juga:
Soal Tudingan Suap Pejabat RI, Perusahaan Raksasa Software Jerman SAP Buka Suara
Kemunculan masalah keamanan siber ini tak lepas dari meningkatnya perusahaan yang merambah bisnis digital dan bermigrasi ke cloud. Terlepas dari berbagai keuntungan di sisi efisiensi dan meningkatkan inovasi, ancaman keamanan siber juga ikut meningkat.
Untuk itulah 68% dari peserta survei mengaku akan menerapkan pemakaian pengaman berbasis software as a service dalam 12 bulan ke depan.
Menariknya, 86% dari peserta survei mengaku pernah mengalami serangan ransomware selama setahun ke belakang. 60% di antaranya memilih "berdamai" dengan pembuat software dengan membayar uang tebusan.