WahanaNews NET | PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mencatatkan kerugian usaha dalam jumlah besar memasuki tahun kedua pandemi Covid-19.
Selain mengantongi utang hingga Rp70 triliun, maskapai penerbangan pelat merah ini juga diisukan akan dipailitikan.
Baca Juga:
Resmi Buka Kantor Baru di Batam Center, Garuda Indonesia Ingin Tingkatkan Aksesibilitas Layanan
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menuturkan, hingga September, perseroan hanya meraih pendapatan sebesar USD 568 juta atau sekitar Rp 8,1 triliun (kurs Rp14.300).
Sementara itu, biaya operasional perseroan tercatat USD 1,29 miliar atau sekitar Rp 18,44 triliun.
Dengan begitu, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini merugi hingga Rp 10,3 triliun.
Baca Juga:
Profil Wamildan Tsani Panjaitan: Sosok Baru di Pucuk Pimpinan Garuda Indonesia
"Perseroan masih mencatatkan kerugian operasional yang disebabkan oleh struktur biaya perseroan yang sebagian besar bersifat tetap/fixed, yang tidak sebanding dengan penurunan signifikan atas revenue Perseroan-imbas kondisi Pandemi Covid-19," kata Irfan dalam keterbukaan informasi BEI, Selasa (16/11/2021).
Dia juga menjelaskan, jumlah penumpang hingga September 2021 mencapai 2,3 juta pax. Dia memperkirakan hingga akhir tahun jumlah penumpang hanya berkisar 3,3 juta orang.
"Hingga akhir tahun diproyeksikan sebanyak 3,3 juta, yakni 17 persen dari jumlah pax di tahun 2019 sebelum pandemi merebak," ujarnya.
Meski begitu, Irfan berharap kondisi pandemi Covid-19 yang terkendali dan diperlonggarnya kebijakan mobilitas masyarakat bisa mengangkat pendapatan perseroan.
Dengan begitu, kerugian bisa ditekan dan bisa membantu aksi perseroan yang tengah melakukan restrukturisasi bisnis.
"Seiring dengan kondisi pandemi yang saat ini mulai terkendali dan dengan diperlonggarnya kebijakan mobilitas masyarakat pasca PPKM Darurat diterapkan, maka diharapkan kondisi ini dapat mendorong peningkatan revenue bagi Perseroan melalui peningkatan jumlah penumpang," ucapnya. [Tio]